Rumah tembok merupakan simbol kemakmuran di mana pun di negeri ini. Namun, pilihan ini bisa mengancam keselamatan penghuninya karena tak mengikuti aturan struktur bangunan tahan gempa yang benar. Bila ingin memiliki rumah yang aman, cukup dengan material ringan. Dan itu pun tidak perlu biaya mahal.
Masa rekonstruksi pascagempa di Padang akan dimulai awal Nopember mendatang. Setelah penetapan masa tanggap darurat, warga yang
selamat dari bencana ini – sesuai dengan falsafah Minang alam takambang jadi guru – memang perlu belajardari bencana runtuhnya bangungan akibat guncangan berkekuatan 7,6 skala Richter (SR) itu.
“ Mestinya penduduk di daerah rawan gempa mempertahankan rumah adat yang konstruksinya kayu yang berdinding anyaman bambu atau susunan papan. Rumah ini sejak dulu telah teruji keandalannya terhadap terjangan gempa, “ ujar Pariatmono, pakar konstruksi tahan gempa dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Namun, rumah tembok yang diintroduksi jaman kolonial Belandasudah terlanjur diadopsi sebagai tanda tingginya tingkat kesejahteraan kepala keluarga. Ruma kayu dan bambu warisan nenek moyang dianggap kuno dan murahan.
Rumah katu dengan ikatan yang benar lebih aman bagi penduduk di negeri yang rawan gempa ini karena lebih ringan dan lentur dibandingkan beton atau tembok.
Berpatokan pada prinsip semakin ringan struktur semakin kecil risiko bahaya keruntuhan bangunan, kemudian dikembangkan material alternatif. Peneliti di Pusat Pemukiman Departemen Pekerjaan Umum Bandung membuat dinding yang dibuat dari anyaman bambu, kemudian diplester – mirip tembok, tapi tebalnya hanya 5 cm.
Bata juga dibuat dari material ringan. Seperti dikemukakan Yuskar Lase, Kepala Laboratorium Mekanika Struktur Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia, pembuatan bata menggunakan materia antara lain pasir dan semen serta menggunakan teknik tertentu sehingga produknya berupa bata dengan banyak pori, jadi ringan.
Prinsip tahan gempa
Pembangunan rumah tahan gempa, menurut Yuskar perlu mengacu pada konsep bahwa struktur harus menyatu dalam lingkup tiga dimensi, cukup kaku, kuat, dan liat atau tidak getas diguncang gempa. Denah harus berbentuk simteris seperti bentuk kotak dan lingkaran. Bentuk L tidak stabil menahan terjangan gelombang gempa.
Kekuatan bangunan tahan gempa dibagi dalam lima hierarki, mulai dari tanah hingga ke atap, semakin ke atas harus semakin ringan. Tanahnya harus terdiri atas tanah padat yang diberi lapisan batu dan pasir, lalu dipadatkan untuk menghindari terjadi likuifaksi atau pelembekan tanah akibat gempa. Fondasi berupa semenan batu kali trapesium setinggi 50 cm – 80 cm.
Di atas fondasi dipasang kolom berisi tulangan besi, menopang balok ring dan struktur atap. Ketahanan akan gempa, kata Yuskar, kuncinya pada pemasangan angkur dan pelat yang mengikat atau tertanam di tiap bagannya. Biayanya tak mahal. Biaya komponen angkur dan pelat hanya 5 persen total biaya. Yang mahal adalah bagian elektrik dan arsitektur, 60 persen.
Peninjauan bangunan
Pada masa rekonstruksi, tahap pertama adalah melakukan investigasi cepat secara visual dengan melihat kondisi kolom dan tingkat keretakan. Tahap kedua, melakukan penelitian lebih mendetail dengan menggunakan tes tidak merusak (non destruktif), terutama bagian tulangan/
Tahap ketiga, penelitian struktur untuk melihat mutu material beton atau baja yang digunakan. Penelitian reak rmbut pada struktur dilakukan dengan menggunakan ultrasonic pulse velocity test.
Saat ini peninjauan bangunan pascagempa belum ada aturan atau prosedur yang standar. Yuskar dan tim-nya mengacu pada standar AS, yaitu ATC-20. Untuk rumah-rumah yang dapat diperbaiki dan dapat diperkuat antara lain dengan melilit balok dan kolom dengan serat karbon 1,2 mm dan lebar hingga 10 cm. Penguatannya bisa lima kali lipat.
Sumber :
Ringan, Murah, Tahan Gempa – Yuni Ikawati
Kompas, 07.10.2009 | Grafik : Kompas, Gunawan